Jumat, 27 September 2013

TANGGUNG JAWAB MORAL KEILMUAN

BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah

        Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Merupakan kenyataan bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi. Singkatnya, ilmu merupakan sarana membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. (Bakhtiar, 2004:162).
        Ilmu pada dasarnya ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat, dan kelestarian manusia. Mengenai pemanfaatan ilmu, Suriasumantri (2010:249) mengemukakan: “Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia”.
        Pertanyaan kemudian timbul: apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Memang sudah terbukti dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali. Masalah yang terjadi, ilmu yang tadinya diciptakan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Sehingga diperlukan moral keilmuaan agar ilmu yang dimiliki dan yang diperoleh dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. 
        Istilah moral yang kita kenal berasal dari Bahasa Latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar dalam masyarakat. Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa moral adalah budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, yang akan melahirkan perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau perbuatan buruk. Ruang lingkup moral meliputi bagaimana caranya agar dapat hidup lebih baik dan bagaimana caranya untuk berbuat baik serta keburukan.
      Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi. Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan tentang sumber – sumber, etika, sikap dan kesadaran moral keilmuan. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Moral Keilmuan”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.        Sikap keilmuan yang seperti apa yang harus kita miliki ?
2.        Kesadaran moral apa saja yang harus kita lakukan dalam etika keilmuan?
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memperoleh penjelasan singkat tentang “Tanggung Jawab Moral Keilmuan”. Secara lebih terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Mengetahui sikap apa yang harus dimiliki dalam etika keilmuan.
2.        Mendapatkan informasi tentang kesadaran moral yang harus dilakukan dalam etika keilmuan.


BAB II
LANDASAN TEORI



A.      Sumber – Sumber Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dimana saja. Dari buku, surat kabar, jurnal, majalah, televisi dan internet. Segala sesuatu yang dapat menambah wawasan keilmuan kita bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan. Dibawah ini akan dijelaskan sumber – sumber yang menjadi dasar sebuah ilmu pengetahuan.
·           Sumber Ilmu pengetahuan dalam Islam
Betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut.
1.        Al-Qur’an dan Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala kekeliruan apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2.        Alam Semesta
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat – ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti:
·           Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).
·           Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
Berdasarkan keterangan ayat di atas sudah semestinya lah kita sebagai makhluk Allah yang sempurna dan memiliki akal, dapat mentafakuri segala ciptaan Allah SWT baik yang ada di langit maupun di bumi.
3.        Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
4.        Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.
Berdasarkan 4 sumber pengetahuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama islam telah menjelaskan secara terperinci tentang sumber – sumber ilmu pengetahuan yang harus kita yakini kebenarannya. Tidak hanya adab, tataraca melakukan ibadah tetapi di dalam al – Qur’an juga dijelaskan tentang fakta penciptaaan alam semesta.
B.       Etika Keilmuan
1.        Pengertian etika
    Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat – pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. 
       Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

2. Macam – Macam Etika
       Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Ketiga jenis etika tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Meta Etika
        Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
     Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah." Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang dunianya(dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan.
      Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat.

b. Etika Normatif
      Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala-gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai, dan sikap manu­sia ditentukan (Hamersma, 1994:24). Jadi, etika normatif berbica­ra mengenai pelbagai norma yang menuntun tingkah laku manusia. Etika Normatif memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
      Hal yang sama juga dirumuskan Bertens (1993:18) dengan mengatakan bahwa etika normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif (=memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentu­kan benar-tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Untuk itu ia mengadakan argumentasi-argumentasi. Jadi, ia mengemukakan alasan-alasan mengapa suatu anggapan moral dapat dianggap benar atau salah.

c. Etika Terapan
       Etika Terapan adalah etika yang mencoba mem­bangun jembatan antara prinsip-prinsip moral dasar yang masih cukup abstrak dan umum yang diberikan oleh etika umum dan penanganan masalah-masalah moral konkret dalam praksis kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Etika sendiri sebagai cabang ilmu filsafat atau teologi sebenarnya sudah merupakan ilmu yang men­yangkut praksis kehidupan. Akan tetapi sifat terapannya masih dapat lebih dipertajam lagi dengan mencoba -- berdasarkan infor­masi yang diperoleh dari ilmu-ilmu khusus yang tersangkut -- memberikan prinsip-prinsip dan norma-norma moral yang lebih operasional (Sudarminta, dalam Susanto, dkk, ed., 1992:21, dalam Tata 2012).

3. Nilai dalam Etika Keilmuan
      Menurut Khairul Anwar (2012) etika keilmuan merupakan etika normatik yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuan yang mempertanggungjawabkan keilmuannya. Etika normatif menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuataan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan apa yang seharusnya terjadi.
      Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum.
       Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat agar dapat dipergunakan oleh masyarakat.
    Di bidang etika tanggung jawab seorang ilmuan adalah bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etika keilmuan yang berkembang saat ini diharapkan tidak menjerumuskan para ilmuwan pada hal-hal yang tidak diinginkan oleh manusia itu sendiri. Para ilmuwan yang jujur dan patuh pada norma-norma keilmuan saja belum cukup melainkan ia harus dilapisi oleh moral dan akhlaq, baik moral umum yang dianut masyarakat atau bangsa (moral/ etika Pancasila bagi bangsa Indonesia), maupun moral religi yang dianutnya. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang menyimpang yang akibatnya menyengsarakan umat manusia. Sebagai seorang ilmuwan sudah barang tentu mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah di dalam filsafat ilmu juga disebut juga sebagai sikap ilmiah. 
Para ilmuwan Indonesia dalam mengembangan ilmu pengetahuan diharapkan berlandaskan etika Pancasila dan moral Pancasila guna pembangunan bangsa Indonesia. Sehingga pembangunan tidak menyimpang dari tujuan luhur keilmuan (objektivitas) dan kepentingan kemanusiaan agar dapat dapat selalu berdampingan dengan alam yang lestari dan harmoni. 

C. Sikap Keilmuan
     Sikap keilmuan dalam hal ini merupakan sikap ilmiah dari seorang peneliti atau ilmuan. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya untuk mempelajari meneruskan, menolak atau menerima serta merubah atau menambah suatu ilmu. 
      Menurut Prof harsojo dalam Liza menyebutkan enam macam sikap ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Obyektivitas
        Dalam peninjauan yang penting adalah obyeknya.
2. Sikap serba relatif
       Ilmu tidak mempunyai maksud mencari kebenaran mutlak, ilmu berdasarkan kebenaran-kebenaran ilmiah atas beberapa postulat, secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori dalam ilmu sering untuk mematahkan teori yang lain.

3. Sikap Skeptis 
         Adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan  yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya. 

4. Kesabaran Intelektual
         Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah pada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah , karena memang belum selesainya dan cukup lengkapnya hasil dari penelitian , adalah sikap seorang ilmuwan 

5. Kesederhanaan 
           Adalah sikap cara berfikir, menyatakan, dan membuktikan 

6. Sikap tidak memihak pada etik.

D. Kesadaran Moral

Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum. Ilmuan yang tidak memiliki moral akan menyalahgunakan ilmu yang dimilikinya.

BAB III
KESIMPULAN



              Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
         Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran (ilmu pengetahuan). Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi.


DAFTAR PUSTAKA




Akbar, Haji. (2012). Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam. [Online] http://hajiakbar2546.wordpress.com/2011/05/15/sumber-ilmu-pengetahuan-dalam-islam/ [19 Maret 2012]
Anwar, Khairul. (2012). Nilai dan Etika. [Online] http://delapan12.blogspot.com/2011/10/nilai-dan-etika.html [19 Maret 2012]
Bakhtiar, Amsal. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bertens, K. (1993). ETIKA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Liza. (2012). Sikap Ilmiah. [Online] http://id.shvoong.com/humanities/ philosophy/2114497-sikap-ilmiah/ Liza [19 Maret 2012]
Suriasumantri, Jujun. S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tata. (2012). Etika Umum dan Etika Khusus. [Online] http://uika.blogspot.com/2011/06/etika-umum-dan-etika-khusus.html [19 Maret 2012]
Wikipedia. (2012). Etika. [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika [19 Maret 2012]



CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.

1 komentar: