Sabtu, 28 September 2013

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU





BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan/penelitiannya. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian hal-hal normatif. Ilmu pengetahuan hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal yang bekaitan dengan kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat menjadi bagian dari lingkup ilmu pengetahuan. Bagaimana ilmu pengetahuan diperoleh? Ilmu pengetahuan dihasilkan dari perilaku berfikir manusia yang tersusun secara akumulatif dari hasil pengamatan atau penelitian. Berfikir merupakan kegiatan penalaran untuk mengeksplorasi suatu pengetahuan atau pengalaman dengan maksud tertentu. Makin luas dan dalam suatu pengalaman atau pengetahuan yang dapat dieksplorasi, maka makin jauh proses berfikir yang dapat dilakukan. Hasil eksplorasi pengetahuan digunakan untuk mengabstraksi obyek menjadi sejumlah informasi dan mengolah informasi untuk maksud tertentu. Dikaitkan dengan filsafat ilmu. Filsafat diartikan sebagai pengetahuan suatu makan.
         Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
     Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Dewasa ini filsafat ilmu kurang begitu dipahami, hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang tidak memahami apa itu ontologi, apa itu metafisika.
Untuk itu perlu dijelaskan tentang dimensi ontologi. Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan pengertian ontologi, objek kajian ontologi, aliran dalam metafisika dan teologi. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Dimensi Kajian Filsafat Ilmu”.
B.       Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1.        Objek apa saja yang menjadi kajian ontologi?
2.        Bagaimana cara mengetahui objek kajian ontologi?
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memperoleh penjelasan singkat tentang “Dimensi Kajian Filsafat Ilmu”. Secara lebih terperinci tujuan penelitian ini adalah:
1.        Mendapatkan gambaran tentang objek apa saja yang menjadi kajian ontologi.
2.        Mendapatkan informasi tentang cara mengetahui objek kajian ontologi.




BAB II
LANDASAN TEORI



A.      Definisi Ontologi
         Menutut Wikipedia Bahasa Indonesis (2012) ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
         Dibawah ini akan dijelaskan beberapa pengertian ontologi baik menurut bahasa, istilah dan para ahli.
1.        Menurut Bahasa
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2.        Menurut Istilah
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakanultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
3.        Menurut Suriasumantri (1985),
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a.         apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b.        bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c.         bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
4.        Menurut Soetriono & Hanafie (2007) dalam Hilda (2012)
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
B.       Objek Kajian Ontologi
       Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada dan pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia, seperti batua-batuan, binatang, tumbuhan, atau manusia itu sendiri; berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
       Pengetahuan keilmuan mengenai obyek-obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang sesungguhnya begitu kompleks, dengan sampel dari berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Ilmu tidak bermaksud “memotret” atau “memproduksikan” suatu kejadian tertentu dan mengabstraksikan dalam bahasa keilmuan.

C. Landasan – Landasan Ontologi
1.        Landasan Ontologi Etika
Secara ontology etika adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban umat manusia. Sifat dasarnya sangat kritis, karena selalu mempersoalkan norma-norma yang berlaku, menyelidiki dasar dari norma-norma tersebut, begitu juga siapapun yang menetapkan norma-norma itu. Etika berasal dari Bahasa Yunani, Ethos, yang dapat diartikan juga kebiasaan, dan dapat pula berarti susila juga bias diartikan adat istiadat.
Etika adalah cabang ilmu yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar penilaian moral. Dengan adanya etika, maka manusia bisa menilai benar, salah, baik ataupun buruk. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu meta-etika, (studi konsep etika), etika normative (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika)
a.        Meta-etika
Meta-etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tidakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
b.        Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
c.     Etika Terapan
Etika terapan dibagi menjadi 2, yaitu etika khusus, dan umum. Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normative dan semacamanya. Etika Khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
2.     Landasan Ontologi Moral
      Landasan Ontologi Moral, diartikan sebagai Etika (Ilmu Akhlak) sejak sekitar abad ke 5 Sebelum Masehi sudah banyak dibicarakan secara mendalam, didiskusikan dan dianalisa dikalangan para pemikir yang memfokuskan diri pada Falsafah Hidup dan Perilaku manusia.
     Dari seluruh pemikiran selama berabad abad mengenai moral barangkali bisa disimpulkan secara sederhana walau jauh dari sempurna; bahwa : “Moral (Ilmu Akhlak)” ini erat hubungannya dengan perilaku manusia yang tulus keluar dari batin sanubari dalam tiap pemikiran, perkataan, perbuatan (tindakan) nyata dalam koridor yang pasti untuk tidak menyakiti baik lahir mapun batin, menindas, menyinggung, meremehkan, melecehkan, merendahkan dan menghilangkan hak pribadi serta menginjak martabat pihak lain secara terbuka maupun tersembunyi dimana dia berada atau dalam jangkauannya serta mutu akhlaknya bisa diterima sebagian besar umat manusia”.
        Istilah moral berasal dari kata latinn “Mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu seperti :
a. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara keteertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minuman keras dan berjudi.
        Karenanya moral selalu berhubungan dengan cara berpikir manusia yang dicetuskan dalam perilaku nyata dan bisa dinilai oleh pihak sesamanya baik melalui cara mendengar, melihat, merasa (diolah dalam pikiran dan hati sanubari), dibuktikan dan terlihat dengan jelas segala perbuatan dan tindakannya yang sesuai antara kata dan perbuatan.
D.      Aliran dalam Metafisika
 Metafisika (Bahasa Yunani: μετά (meta) = "setelah atau di balik", φύσικα (phúsika) = "hal-hal di alam") adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
     Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
     Beberapa Tafsiran Metafisika, dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme.
        Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme. paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu. Di bawah ini merupakan aliran – aliran metafisika diantaranya adalah:
1.        Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a.        Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Menurut Rapar dalam Soetriono & Hanafie (2007), materialisme menolak hal-hal yang tidak kelihatan. Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama sekali tergantung pada material.
b.        Idealisme
Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Menurut Rapar dalam Soetriono & Hanafie (2007), segala sesuatu yang tampak dan terwujud nyata dalam alam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia idea.
2.        Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada secara fisis dan mental atau yang beradanya tidak kelihatan secara fisis.
3.        Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata.
E.       Teologi
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) Teologi (bahasa Yunani θεος, theos, "AllahTuhan", dan λογια, logia, "kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah wacana  yang berdasarkan nalar mengenai agamaspiritualitas dan Tuhan.  
Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama. Teologi memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu tradisi tertentu, menolong penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.
        Menurut Mujtahid (2012) dijelaskan dalam tradisi Islam, penggunaan istilah "teologi" agaknya kurang mengakar, bahkan sebagian kalangan memandang kurang tepat, dibandingkan dengan istilah kalam. Secara etimologis, kalam berasal dari bahasa Arab, yang berarti kata-kata. Artinya, kalam adalah sabda Tuhan, yang pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras dikalangan umat Islam abad IX-X masehi, yang mendorong timbulnya pertikaian sesama umat Muslim. Istilah kalam juga bermakna ‘kata-kata manusia'. Karena dengan kalam (kata-kata), manusia bisa bersilat lidah dalam mempertahankan argumen-argumennya. Meski demikian, kata "teologi" akhirnya dapat diterima dalam bidang kajian Islam.
        Ada sebuah buku terkenal yang menjadi rujukan utama para pemikir intelektual muslim, yaitu al-Milal wa al-Nihal. Karya tersebut ditulis al-Syahrastani yang berbicara tentang sejarah teologi secara komprehensif dan sejumlah aliran-aliran teologi Islam, mulai dari pertumbuhan, perkembangan dan titik kulminasi kemajuannya. Aliran-aliran yang terungkap, tidak saja terbatas pada aliran yang masih eksis (hidup), tetapi juga non-eksis (telah meninggal). Tak kurang dari enam aliran, serta cabang-cabangnya terkupas tuntas oleh al-Syahrastani dalam kitab tersebut.
    Pembicaraan tentang teologi adalah pembicaraan yang mendasar. Berbeda dengan fiqh, teologi merupakan bahasan seputar aspek ushul (pokok atau pondasi agama). Sementara fiqh, tinjauannya cenderung masalah furu' (cabang atau ranting). Sudah barang tentu kajian teologi adalah menyangkut pembahasan soal ke-Tuhanan, soal iman-kafir, siapa yang sebenarnya Muslim dan masih tetap dalam Islam, dan siapa yang sebenarnya kafir dan telah keluar dari Islam. Selain itu, pembahasan juga diarahkan mengenai posisi orang Muslim yang mengerjakan hal-hal yang haram dan mengenai orang kafir yang mengerjakan hal-hal yang baik.








BAB III
KESIMPULAN



Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini.




DAFTAR PUSTAKA






Hilda. (2012). Filsafat Ilmu Ontologi Pengetahuan. [Online] http://hilda08.wordpress.com/filsafat-ilmu_ontologi-pengetahuan/ [18 Maret 2012]
Jujun, S Suriasumantri. (1990). Filsafat Ilmu, sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Rena. (2012). Landasan Ontologi Etika. [Online] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2263108-landasan-ontologi-etika/ [18 Maret 2012]
___________. Landasan Ontologi Moral. [Online] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2263115-landasan-ontologi-moral/ [18 Maret 2012]
Wikipedia. (2012). Ontologi. [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi [18 Maret
___________. Teologi. [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi [18 Maret 2012]


CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.

Jumat, 27 September 2013

TANGGUNG JAWAB MORAL KEILMUAN

BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah

        Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Merupakan kenyataan bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi. Singkatnya, ilmu merupakan sarana membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. (Bakhtiar, 2004:162).
        Ilmu pada dasarnya ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat, dan kelestarian manusia. Mengenai pemanfaatan ilmu, Suriasumantri (2010:249) mengemukakan: “Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia”.
        Pertanyaan kemudian timbul: apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Memang sudah terbukti dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali. Masalah yang terjadi, ilmu yang tadinya diciptakan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Sehingga diperlukan moral keilmuaan agar ilmu yang dimiliki dan yang diperoleh dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. 
        Istilah moral yang kita kenal berasal dari Bahasa Latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar dalam masyarakat. Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa moral adalah budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, yang akan melahirkan perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau perbuatan buruk. Ruang lingkup moral meliputi bagaimana caranya agar dapat hidup lebih baik dan bagaimana caranya untuk berbuat baik serta keburukan.
      Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi. Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan tentang sumber – sumber, etika, sikap dan kesadaran moral keilmuan. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Moral Keilmuan”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.        Sikap keilmuan yang seperti apa yang harus kita miliki ?
2.        Kesadaran moral apa saja yang harus kita lakukan dalam etika keilmuan?
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memperoleh penjelasan singkat tentang “Tanggung Jawab Moral Keilmuan”. Secara lebih terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Mengetahui sikap apa yang harus dimiliki dalam etika keilmuan.
2.        Mendapatkan informasi tentang kesadaran moral yang harus dilakukan dalam etika keilmuan.


BAB II
LANDASAN TEORI



A.      Sumber – Sumber Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dimana saja. Dari buku, surat kabar, jurnal, majalah, televisi dan internet. Segala sesuatu yang dapat menambah wawasan keilmuan kita bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan. Dibawah ini akan dijelaskan sumber – sumber yang menjadi dasar sebuah ilmu pengetahuan.
·           Sumber Ilmu pengetahuan dalam Islam
Betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut.
1.        Al-Qur’an dan Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala kekeliruan apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2.        Alam Semesta
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat – ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti:
·           Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).
·           Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
Berdasarkan keterangan ayat di atas sudah semestinya lah kita sebagai makhluk Allah yang sempurna dan memiliki akal, dapat mentafakuri segala ciptaan Allah SWT baik yang ada di langit maupun di bumi.
3.        Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
4.        Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.
Berdasarkan 4 sumber pengetahuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama islam telah menjelaskan secara terperinci tentang sumber – sumber ilmu pengetahuan yang harus kita yakini kebenarannya. Tidak hanya adab, tataraca melakukan ibadah tetapi di dalam al – Qur’an juga dijelaskan tentang fakta penciptaaan alam semesta.
B.       Etika Keilmuan
1.        Pengertian etika
    Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat – pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. 
       Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

2. Macam – Macam Etika
       Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Ketiga jenis etika tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Meta Etika
        Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
     Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah." Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang dunianya(dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan.
      Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat.

b. Etika Normatif
      Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala-gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai, dan sikap manu­sia ditentukan (Hamersma, 1994:24). Jadi, etika normatif berbica­ra mengenai pelbagai norma yang menuntun tingkah laku manusia. Etika Normatif memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
      Hal yang sama juga dirumuskan Bertens (1993:18) dengan mengatakan bahwa etika normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif (=memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentu­kan benar-tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Untuk itu ia mengadakan argumentasi-argumentasi. Jadi, ia mengemukakan alasan-alasan mengapa suatu anggapan moral dapat dianggap benar atau salah.

c. Etika Terapan
       Etika Terapan adalah etika yang mencoba mem­bangun jembatan antara prinsip-prinsip moral dasar yang masih cukup abstrak dan umum yang diberikan oleh etika umum dan penanganan masalah-masalah moral konkret dalam praksis kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Etika sendiri sebagai cabang ilmu filsafat atau teologi sebenarnya sudah merupakan ilmu yang men­yangkut praksis kehidupan. Akan tetapi sifat terapannya masih dapat lebih dipertajam lagi dengan mencoba -- berdasarkan infor­masi yang diperoleh dari ilmu-ilmu khusus yang tersangkut -- memberikan prinsip-prinsip dan norma-norma moral yang lebih operasional (Sudarminta, dalam Susanto, dkk, ed., 1992:21, dalam Tata 2012).

3. Nilai dalam Etika Keilmuan
      Menurut Khairul Anwar (2012) etika keilmuan merupakan etika normatik yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuan yang mempertanggungjawabkan keilmuannya. Etika normatif menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuataan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan apa yang seharusnya terjadi.
      Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum.
       Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat agar dapat dipergunakan oleh masyarakat.
    Di bidang etika tanggung jawab seorang ilmuan adalah bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etika keilmuan yang berkembang saat ini diharapkan tidak menjerumuskan para ilmuwan pada hal-hal yang tidak diinginkan oleh manusia itu sendiri. Para ilmuwan yang jujur dan patuh pada norma-norma keilmuan saja belum cukup melainkan ia harus dilapisi oleh moral dan akhlaq, baik moral umum yang dianut masyarakat atau bangsa (moral/ etika Pancasila bagi bangsa Indonesia), maupun moral religi yang dianutnya. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang menyimpang yang akibatnya menyengsarakan umat manusia. Sebagai seorang ilmuwan sudah barang tentu mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah di dalam filsafat ilmu juga disebut juga sebagai sikap ilmiah. 
Para ilmuwan Indonesia dalam mengembangan ilmu pengetahuan diharapkan berlandaskan etika Pancasila dan moral Pancasila guna pembangunan bangsa Indonesia. Sehingga pembangunan tidak menyimpang dari tujuan luhur keilmuan (objektivitas) dan kepentingan kemanusiaan agar dapat dapat selalu berdampingan dengan alam yang lestari dan harmoni. 

C. Sikap Keilmuan
     Sikap keilmuan dalam hal ini merupakan sikap ilmiah dari seorang peneliti atau ilmuan. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya untuk mempelajari meneruskan, menolak atau menerima serta merubah atau menambah suatu ilmu. 
      Menurut Prof harsojo dalam Liza menyebutkan enam macam sikap ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Obyektivitas
        Dalam peninjauan yang penting adalah obyeknya.
2. Sikap serba relatif
       Ilmu tidak mempunyai maksud mencari kebenaran mutlak, ilmu berdasarkan kebenaran-kebenaran ilmiah atas beberapa postulat, secara priori telah diterima sebagai suatu kebenaran. Malahan teori-teori dalam ilmu sering untuk mematahkan teori yang lain.

3. Sikap Skeptis 
         Adalah sikap untuk selalu ragu-ragu terhadap pernyataan-pernyataan  yang belum cukup kuat dasar-dasar pembuktiannya. 

4. Kesabaran Intelektual
         Sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah pada tekanan agar dinyatakan suatu pendirian ilmiah , karena memang belum selesainya dan cukup lengkapnya hasil dari penelitian , adalah sikap seorang ilmuwan 

5. Kesederhanaan 
           Adalah sikap cara berfikir, menyatakan, dan membuktikan 

6. Sikap tidak memihak pada etik.

D. Kesadaran Moral

Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum. Ilmuan yang tidak memiliki moral akan menyalahgunakan ilmu yang dimilikinya.

BAB III
KESIMPULAN



              Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
         Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran (ilmu pengetahuan). Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan teknologi.


DAFTAR PUSTAKA




Akbar, Haji. (2012). Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam. [Online] http://hajiakbar2546.wordpress.com/2011/05/15/sumber-ilmu-pengetahuan-dalam-islam/ [19 Maret 2012]
Anwar, Khairul. (2012). Nilai dan Etika. [Online] http://delapan12.blogspot.com/2011/10/nilai-dan-etika.html [19 Maret 2012]
Bakhtiar, Amsal. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bertens, K. (1993). ETIKA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Liza. (2012). Sikap Ilmiah. [Online] http://id.shvoong.com/humanities/ philosophy/2114497-sikap-ilmiah/ Liza [19 Maret 2012]
Suriasumantri, Jujun. S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tata. (2012). Etika Umum dan Etika Khusus. [Online] http://uika.blogspot.com/2011/06/etika-umum-dan-etika-khusus.html [19 Maret 2012]
Wikipedia. (2012). Etika. [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika [19 Maret 2012]



CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.

Kamis, 26 September 2013

ASPEK –ASPEK PERKEMBANGAN ANAK

BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah
        Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
           Secara singkat, perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih–maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development) (McLeod, 1989).
      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), "perkembangan" adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata "berkembang" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata "berkembang" tidak saja meliputi aspek yang berarti abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang bersifat konkret (perhatikan kata – kata yang dicetak miring di atas).
         Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology (1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
        Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan perkembangan–perkembangan, yang terdiri dari perkembangan sosial danperkembangan emosi. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Aspek – Apek Perkembangan”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.        Bagaimana cara mengetahui perkembangan sosial pada anak?
2.        Bagaimana cara mengetahui perkembangan emosi pada anak?
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memperoleh penjelasan singkat tentang “Aspek – Aspek Perkembangan”. Secara lebih terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Mendapatkan penjelasan singkat tentangperkembangan sosial pada anak.
2.        Mendapatkan penjelasan singkat tentang perkembangan emosi pada anak.


BAB II
LANDASAN TEORI


A.      Perkembangan Sosial
Para ibu yang diam di rumah cenderung akan berlebihan mencurahkan seluruh perhatian dan energinya untuk mengurus dan mengawasi anak-anak mereka. Hal ini akan menimbulkan rasa kekhawatiran yang berlebihan pula dan akan menghambat proses kemandirian anak.
Orangtua yang cenderung melepas keinginan anak akan menyebabkan anak tidak mampu mengontrol perilaku dan keinginannya dan dapat membentuk pribadi anak yang egois dan dominan. Sebagai jembatan dari kedua pola pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka pola pengasuhan demokratis yang dapat menjadi solusi terbaik bagi para orangtua untuk dapat mengoptimalkan perkembangan psikologis anaknya. Orangtua yang demokratis menghendaki anaknya untuk tumbuh sebagai pribadi yang mandiri dan bebas namun tetap memberikan batasan untuk mengendalikan perilaku mereka. Dalam hal ini, cara-cara dialogis perlu dilakukan agar anak dan orangtua dapat saling memahami pikiran dan perasaan masing-masing. Hukuman dapat saja diberikan ketika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang bersifat prinsip.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma–norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia. 
Ambron (dalam, Nurihsan dan Agustin 2006:124) mengartikan sosialisai itu sebagai proses belajar yang membimbing anak kearah perkembangan kepribadian social sehingga dapat menjadi anggota yang bertanggungjawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berprilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Yusuf (2000: 126) mengidentifikasi sebagai berikut:
1.        Pembangkangan (negativisme), yaitu bentuk tingkah laku melawan.
2.        Agresi (aggression), yaitu prilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3.        Berselisih/bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap prilaku anak lain.
4.        Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.
5.        Persaingan (rivaly), yaitu keinginan melebihi orang lain dan selau didorong (distimulasi) oleh orang lain.
6.        Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerjasama dengan kelompok.
7.        Tingkah laku berkuasa (ascendantbehavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bussiness
8.        Mementingakn diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egoisentris dalam memenuhi interest atau keinginan.
9.        Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya.
10.    Konteks sosial dalam perkembangan
Menurut teori Bronfenbrenner (dalam Santrock, terjemahan 2010: 90-101), konteks sosialdimana anak hidup akan mempengaruhi perkembangan anak. Berikut ini merupakan tiga konteks di mana anak menghabiskan sebagian besar waktunya: keluarga, teman sebaya/ sepermainan (peer), dan sekolah.
1.        Keluarga
Situasi yang bervariasi di dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dan akan mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid di dalam dan di luar ruang kelas (Cowan&Cowan, 2002; Morrison & Cooney, 2002).
Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk gaya pengasuhan atau parenting:
a.         AuthoratianParenting, gaya asuh yang membatasi (restrictive) dan menghukum (punitive) di mana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan murid; menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
b.        AuthoritativeParenting, gaya asuh positif yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontrol tindakan mereka; percakapan ekstensif diizinkan; menghasilkan anak yang kompeten secara social.
c.         NeglectfulParenting, gaya asuh di mana orang tua tidak peduli, atau orang tua hanya meluangkan sedikit waktu dengan anak-anaknya; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
d.        IndulgentParenting, gaya asuh di mana orang tua terlibat aktif tetapi hanya sedikit member batasan atau kekangan pada perilaku anak; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
2.        Teman Sebaya
Anak cenderung bermain dengan teman sesama jenis kelaminnya. Dalam pergaulan ini anak belajar tentang konsep gender antara laki-laki dan perempuan dimana anak laki-laki seringkali saling mengajarkan perilaku maskulin dan anak perempuan juga saling mengajarkan kultur bagaimana menjadi wanita.Pada teman sebaya anak akan memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya.
Anak juga belajar tentang prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya.
Menurut Santrock (terjemahan, 2010: 100) dalam konteks perkembangan anak, teman seusia adalah anak pada usia yang sama atau pada level kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman seusia adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Setidaknya terdapat empat tipe status teman sebaya, yaitu:
a.         Anak popular (popularchildren), seringkalidinominasikan sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya.
b.        Anak diabaikan (neglectedchildren), jarang dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukannya tidak disukai oleh oleh teman sebayanya.
c.         Anak – anak ditolak (rejevtedchildren), jarang dinominasikan sebagai kawan baik dan sering dibenci oleh teman-teman seusianya.
d.        Anak kontroversial (controversial). Sering kali dinominasikan sebagai teman baik tapi juga kerap tidak disukai.
3.        Sekolah
Sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru subtitusi orang tua. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai tugas perkembangannya.
Alasannya antara lain adalah bahwa sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan konsep dirinya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih keberhasilan.
Perkembangan psikologi anak dalam bersosialisasi di lingkungannya dapat di bagi menjdi beberapa fase, seperti ;
a.         Fase Teman untuk bermain
b.        Fase Teman untuk bersama
c.         Fase Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian
Namun Anak – anak yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia menjelang dewasa, mereka menjadi terasingkan karena ada penyimpangan dari salah satu faktor status sosial anak.
Jika anak-anak ini lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau godaan dari anak-anak lainnya, maka hal tersebut dapat membentuk perilaku dan proses belajarnya akan terganggu.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide – ide dari teori – teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya.
Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa – peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya. 
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain dengan demikian dapat membuat anak lebih baik dalam bergaulnya.
B.       Perkembangan Emosi
    Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
       Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
     Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).

1. Emosi menurut Para Ahli
       Secara harfiah, emosi menurut Oxford English Dictionary sebagai suatu agitasi atau gangguan dalam pikiran, perasaan, nafsu; atau suatu keadaan ketergugahan mental (Goleman, 1995). Bottenberg (1972, dalam Debus, 1977) mengemukakan bahwa emosi merupakan pengalaman atau perilaku yang tidak memiliki pengertian umum yang sama, setiap orang memiliki pandnagan tersendiri mengenai pengertian emosi dan fungsi emosi dalam perilaku manusia.
       Sebagai salah satu fungsi psikologis, sering kali emosi dibahas dalam bandingannya dengan motivasi, karena keduanya berakar dari kata yang sama dalam bahasa Latin “movere” yang berarti menggerakkan. Kecenderungan untuk bertindak yang terkandung dalam pengertian tersebut (Goleman, 1995) membuat emosi senantiasa dikaitkan dengan keadaan tergugah pada individu, dan adanya penggunaan energi.
       Woodworth (1954, dalam Harriman, 1956) mengemukakan adanya 3 konotasi yang termuat dalam pengertian emosi tersebut.
Ketiga konotasi menurut Woodworth itu adalah: 
1. Reaksi perilaku yang ditandai dengan intensitas
2. Perubahan fisiologis internal
3. Pengalaman yang diutarakan individu melalui introspeksi.

       Schönpflug (1983) menandai keadaan tergugah tersebut melalui beberapa hal yaitu: (1) pengalaman subjektif individu yang mengalami, (2) ekspresi verbal, (3) ekspresi nonverbal, (4) kegiatan individu yang terlihat, dan (5) aktivitas fisiologis. Kelima hal tersebut akan menyatu dalam keadaan individu tergugah yang disebut aktivasi.
       Atkinsonetall. (1996) memaparkan lebih spesifik bahwa emosi terdiri atas beberapa komponen yang tidak terpisahkan satu sama lain, yaitu: (1) pengalaman subjektif tentang emosi, (2) respon tubuh internal terutama yang berkaitan dengan sistem saraf otonom, (3) segi kognisi dari emosi dan situasi yang berkaitan dengan emosi, (4) ekspresi wajah, (5) reaksi emosi, dan (6) kecenderungan bertindak.

2.        Fungsi Emosi
Dalam teori Coleman dan Hammen, emosi tidak hanya berfungsi untuk survivalatau sekedar mempertahankan hidup sebagaimana yang terjadi pada hewan tapi emosi berfungsi seagai energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi pun merupakan messenger atau pembawa pesan.
Emosi sebagai survival berarti bahwa emosi berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membedakan dan mempertahankan diri terhadap adatnya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.
Emosi sebagai energizer menjadikan emosi sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan anda semangat dalam bekerja dan semangat untuk hidup.
 Di samping itu emosi juga berfungsi sebagai messenger, yaitu pembawa pesan/ informasi. Dalam konteks ini, emosi bukan hanya menjadi pembawa informasi (messenger) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam komunikasi interpersonal.
Adapun fungsi emosi secara luas adalah menentukan tindakan diri terhadap lingkungan sekitar sesuai dengan kondisi dan kepentingan pribadi.
Secara umum fungsi emosi dibagi menjadi tujuh bagian diantaranya adalah:
a.         menimbulkan respon otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis
b.        menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus
c.         memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu.
d.        Mengomunikasikan sebuah niat kepada orang
e.         Meningkatkan ikatan sosial
f.         Mempengaruhi memori dan evaluasi suatu kejadian
g.        Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu
  
 3.       Gejala Perasaan
Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimilki oleh semua orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian sering juga perasaan berhubungan dengan gejala mengenal.
a.        PengertianPerasaan
Perasaan ialah suatu keadaan kerohanian yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Unsur-unsur perasaan itu ialah:
ü  bersifat subyektif daripada gejala mengenal
ü  bersangkut paut dengan gejala mengenal
ü  perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang,yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala – gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama.
Gejala perasaan kita tergatung pada :
1)        keadaan jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar.
2)        pembawaan, ada orang yang berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya.
3)        perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu.karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaannya.
Menurut W.Wundt perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang, tetapi masih dapat dilihat dari dimensi lain.
W.Wundtmembagiperasaankedalamtigadimensidiantaranyaadalah:
1)        dimensi pertama yaitu perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
2)        dimensi kedua yaitu perasaan itu dapat dialami sebagai suatu hal yang “excited” atau sebagai “inertfeeling,
3)        dimensi yang ketiga ialah “expextancy” dan “releasefeeling. Sesuatu perasaan dapat dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih dalam penghargaan, tetapi ada pula perasaan yang dialami individu karena peristiwa atau keadaan itu telah nyata terjadi atau telah “relase”(Woodworthand Marquis,1957).
Sehubungan dengan soal waktu dan perasaan, Stem juga membedakan perasaan dalam 3 golongan yaitu:
1)        Perasaan–perasaanpresens, yaitu yang bersangkutan dengan keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan situasi yang aktual.
2)        Perasaan–perasaan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan kedepan dalam kejadian – kejadian yang akan datang, jadi masih dalam pengharapan.
3)        Perasaan–perasaan yang berhubungan dengan waktu–waktu yang telah lalu atau melihat kebelakang yang telah terjadi. Misalnya orang merasa sedih karena teringat pada waktu zaman keemasan beberapa tahun yang lampau.
b.   Macam–MacamPerasaan
Max Scheler mengajukan pendapat bahwa ada 4 macam tingkatan dalam perasaan, yaitu:
1)        Perasaan tingkat sensoris
Perasaan ini merupakan perasaan yang berdasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada kejasmanian, misalnya rasa sakit, panas dan dingin.
2)        Perasaan bergantung kepada keadaan jasmani seluruhnya, misalnya rasa segar, lelah dan sebagainya
3)        Perasaan kejiwaan merupakan perasaan seperti rasa gembira, susah, takut.
4)        Perasaan kepribadian
Perasaan ini merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas (Bigot, Kohnstamm, Palland, 1950).
Kohnstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
1)        Perasaan keindraan,perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indra.
2)        Perasaan kejiwaan
Dalam golangan ini perasaan masih dibedakan atas:
a)        Perasaan intelektual yaitu perasaan yang timbul bila orang dapat memecahkan sesuatu soal, atau mendapatkan hal – hal yang baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya.
b)        Perasaan kesusilaan,perasaan ini timbul kalau orang-orang mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma – norma kesusilaan.
c)        Perasaan keindahan, perasaan ini timbul kalau orang mengamati sesuatu yang indah atau yang jelek. Yang indah menimbulkan perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.
d)       Perasaan kemasyarakatan, perasaan ini timbul dalam hubungan dengan orang lain.
e)        Perasaan harga diri merupakan perasaan yang menyertai harga diri seseorang
f)         Perasaan ketuhanan, perasaan ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan.
c.         Affek dan Stemming(suasana hati)
Affek merupakan peristiwa psikis dapat diartikan sebagai rasa ketegangan hebat kuat,yang timbul dengan tiba – tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai dengan gejala – gejala jasmaniah yang hebat pula.
Wilhelm Wundt,tokoh psikologi eksperimental dalam sebuah analisis introspeksi telah menentukan effek dalam 3 komponen,yakni:
1)        affek yang disertai perasaan senang dan tidak senang.
2)        affek yang menimbulkan kegiatan jiwa atau melemahkan.
3)        affek yang berisi penuh ketegangan dan affek penuh relaks(mengendorkan).
Immanuel Kant membagi affek tersebut dalam dua kategori,yaitu:
1)        affek sthenis, individu menyadari kemampuan dan kekuatan tenaganya.
2)        affek asthenis, ialah affek yang membawa perasaan kehilangan kekuatan.
d.        Fungsi Perasaan
Perasaan memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah:
1)        mempunyai pengaruh yang besar kepada setiap perbuatan dan kemauan.
2)        perasaan itu cepat dan mudah menular.
3)        perasaan indrawi seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain.
4)        disekolah dan di rumah seyogyanya senantiasa ditumbuhkan perasaan kesenangan(hobbi) belajar.
5)        bahwa gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan bias mengakibatkan tingkah laku abnormal dan gejala neurosa.
e.         Emosi dan Perkembangan Pribadi
Emosi berpengaruh terhadap kejiwaan kita,berarti berpengaruh juga terhadap kemauan dan perbuatan. Maka gejala juga berpengaruh juga terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi. Kekuatan perasaan dapat diperkuat dan dapat diperlemah. Semacam itu memberi kesempatan yang baik kepada usaha-usaha pendidikan.
Pendidikan perasaan adalah sangat penting. Usahakanlah suasana dan rangsangan – rangsangan yang dapat membangun dan mengembangkan perasaan yang baik dan luhur,dan tiadakanlah keadaan yang merangsang timbulnya perasaan – perasaan rendah dan negatif. Karena emosi mempunyai sifat menjala, menular, merembet. Maka jangan membawakan emosi–emosi yang negatif dalam hubungan dengan sesama, baik dalam pergaulan pendidikan maupun dalam pergaulan pada umumnya.




BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.


DAFTAR PUSTAKA




Ahmadi, Abu. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Atkinson, R. L. dkk. (1987). PengantarPsikologi I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Goleman, Daniel. (2007). Social Intelligence; Ilmu baru tentang Hubungan Antar Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Mahmud, Dimyati. (1990). Psikologi Suatu Pengantar Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Muhammad, As’adi. (2011). Cara Kerja Emosi. Jogjakarta: DIVA Press

Nurul, Sisca. (2013). Aspek Perkembangan Anak. [Online] http://kidzsmile.info /2011/03/aspek-perkembangan-anak/ [4 April 2013]

Pujiaastuti, Ani. (2013). Psikologi Perasaan. [Online] http://poohzee87.blog.com  /psikologi-perasaan/ [4 April 2013]

Qadarsih, Laili. (2013). Perkembangan Sosial Anak. [Online] http://s3s3p. wordpress.com/2012/12/11/perkembangan-sosial-anak/ [4 April 2013]

Wahyuni, Nani. (2013). Definisi Perkembangan. [Online] http://edukasi. kompasiana.com/2010/10/25/definisi-perkembangan-302556.html[4 April



CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.