Kamis, 26 September 2013

ASPEK –ASPEK PERKEMBANGAN ANAK

BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang Masalah
        Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
           Secara singkat, perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih–maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development) (McLeod, 1989).
      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), "perkembangan" adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata "berkembang" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata "berkembang" tidak saja meliputi aspek yang berarti abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang bersifat konkret (perhatikan kata – kata yang dicetak miring di atas).
         Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology (1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
        Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan perkembangan–perkembangan, yang terdiri dari perkembangan sosial danperkembangan emosi. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Aspek – Apek Perkembangan”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.        Bagaimana cara mengetahui perkembangan sosial pada anak?
2.        Bagaimana cara mengetahui perkembangan emosi pada anak?
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memperoleh penjelasan singkat tentang “Aspek – Aspek Perkembangan”. Secara lebih terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Mendapatkan penjelasan singkat tentangperkembangan sosial pada anak.
2.        Mendapatkan penjelasan singkat tentang perkembangan emosi pada anak.


BAB II
LANDASAN TEORI


A.      Perkembangan Sosial
Para ibu yang diam di rumah cenderung akan berlebihan mencurahkan seluruh perhatian dan energinya untuk mengurus dan mengawasi anak-anak mereka. Hal ini akan menimbulkan rasa kekhawatiran yang berlebihan pula dan akan menghambat proses kemandirian anak.
Orangtua yang cenderung melepas keinginan anak akan menyebabkan anak tidak mampu mengontrol perilaku dan keinginannya dan dapat membentuk pribadi anak yang egois dan dominan. Sebagai jembatan dari kedua pola pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka pola pengasuhan demokratis yang dapat menjadi solusi terbaik bagi para orangtua untuk dapat mengoptimalkan perkembangan psikologis anaknya. Orangtua yang demokratis menghendaki anaknya untuk tumbuh sebagai pribadi yang mandiri dan bebas namun tetap memberikan batasan untuk mengendalikan perilaku mereka. Dalam hal ini, cara-cara dialogis perlu dilakukan agar anak dan orangtua dapat saling memahami pikiran dan perasaan masing-masing. Hukuman dapat saja diberikan ketika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang bersifat prinsip.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma–norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia. 
Ambron (dalam, Nurihsan dan Agustin 2006:124) mengartikan sosialisai itu sebagai proses belajar yang membimbing anak kearah perkembangan kepribadian social sehingga dapat menjadi anggota yang bertanggungjawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berprilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Yusuf (2000: 126) mengidentifikasi sebagai berikut:
1.        Pembangkangan (negativisme), yaitu bentuk tingkah laku melawan.
2.        Agresi (aggression), yaitu prilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3.        Berselisih/bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap prilaku anak lain.
4.        Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.
5.        Persaingan (rivaly), yaitu keinginan melebihi orang lain dan selau didorong (distimulasi) oleh orang lain.
6.        Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerjasama dengan kelompok.
7.        Tingkah laku berkuasa (ascendantbehavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bussiness
8.        Mementingakn diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egoisentris dalam memenuhi interest atau keinginan.
9.        Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya.
10.    Konteks sosial dalam perkembangan
Menurut teori Bronfenbrenner (dalam Santrock, terjemahan 2010: 90-101), konteks sosialdimana anak hidup akan mempengaruhi perkembangan anak. Berikut ini merupakan tiga konteks di mana anak menghabiskan sebagian besar waktunya: keluarga, teman sebaya/ sepermainan (peer), dan sekolah.
1.        Keluarga
Situasi yang bervariasi di dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dan akan mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid di dalam dan di luar ruang kelas (Cowan&Cowan, 2002; Morrison & Cooney, 2002).
Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk gaya pengasuhan atau parenting:
a.         AuthoratianParenting, gaya asuh yang membatasi (restrictive) dan menghukum (punitive) di mana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan murid; menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
b.        AuthoritativeParenting, gaya asuh positif yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontrol tindakan mereka; percakapan ekstensif diizinkan; menghasilkan anak yang kompeten secara social.
c.         NeglectfulParenting, gaya asuh di mana orang tua tidak peduli, atau orang tua hanya meluangkan sedikit waktu dengan anak-anaknya; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
d.        IndulgentParenting, gaya asuh di mana orang tua terlibat aktif tetapi hanya sedikit member batasan atau kekangan pada perilaku anak; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
2.        Teman Sebaya
Anak cenderung bermain dengan teman sesama jenis kelaminnya. Dalam pergaulan ini anak belajar tentang konsep gender antara laki-laki dan perempuan dimana anak laki-laki seringkali saling mengajarkan perilaku maskulin dan anak perempuan juga saling mengajarkan kultur bagaimana menjadi wanita.Pada teman sebaya anak akan memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya.
Anak juga belajar tentang prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya.
Menurut Santrock (terjemahan, 2010: 100) dalam konteks perkembangan anak, teman seusia adalah anak pada usia yang sama atau pada level kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman seusia adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Setidaknya terdapat empat tipe status teman sebaya, yaitu:
a.         Anak popular (popularchildren), seringkalidinominasikan sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya.
b.        Anak diabaikan (neglectedchildren), jarang dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukannya tidak disukai oleh oleh teman sebayanya.
c.         Anak – anak ditolak (rejevtedchildren), jarang dinominasikan sebagai kawan baik dan sering dibenci oleh teman-teman seusianya.
d.        Anak kontroversial (controversial). Sering kali dinominasikan sebagai teman baik tapi juga kerap tidak disukai.
3.        Sekolah
Sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru subtitusi orang tua. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai tugas perkembangannya.
Alasannya antara lain adalah bahwa sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan konsep dirinya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih keberhasilan.
Perkembangan psikologi anak dalam bersosialisasi di lingkungannya dapat di bagi menjdi beberapa fase, seperti ;
a.         Fase Teman untuk bermain
b.        Fase Teman untuk bersama
c.         Fase Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian
Namun Anak – anak yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia menjelang dewasa, mereka menjadi terasingkan karena ada penyimpangan dari salah satu faktor status sosial anak.
Jika anak-anak ini lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau godaan dari anak-anak lainnya, maka hal tersebut dapat membentuk perilaku dan proses belajarnya akan terganggu.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide – ide dari teori – teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya.
Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa – peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya. 
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain dengan demikian dapat membuat anak lebih baik dalam bergaulnya.
B.       Perkembangan Emosi
    Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
       Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
     Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).

1. Emosi menurut Para Ahli
       Secara harfiah, emosi menurut Oxford English Dictionary sebagai suatu agitasi atau gangguan dalam pikiran, perasaan, nafsu; atau suatu keadaan ketergugahan mental (Goleman, 1995). Bottenberg (1972, dalam Debus, 1977) mengemukakan bahwa emosi merupakan pengalaman atau perilaku yang tidak memiliki pengertian umum yang sama, setiap orang memiliki pandnagan tersendiri mengenai pengertian emosi dan fungsi emosi dalam perilaku manusia.
       Sebagai salah satu fungsi psikologis, sering kali emosi dibahas dalam bandingannya dengan motivasi, karena keduanya berakar dari kata yang sama dalam bahasa Latin “movere” yang berarti menggerakkan. Kecenderungan untuk bertindak yang terkandung dalam pengertian tersebut (Goleman, 1995) membuat emosi senantiasa dikaitkan dengan keadaan tergugah pada individu, dan adanya penggunaan energi.
       Woodworth (1954, dalam Harriman, 1956) mengemukakan adanya 3 konotasi yang termuat dalam pengertian emosi tersebut.
Ketiga konotasi menurut Woodworth itu adalah: 
1. Reaksi perilaku yang ditandai dengan intensitas
2. Perubahan fisiologis internal
3. Pengalaman yang diutarakan individu melalui introspeksi.

       Schönpflug (1983) menandai keadaan tergugah tersebut melalui beberapa hal yaitu: (1) pengalaman subjektif individu yang mengalami, (2) ekspresi verbal, (3) ekspresi nonverbal, (4) kegiatan individu yang terlihat, dan (5) aktivitas fisiologis. Kelima hal tersebut akan menyatu dalam keadaan individu tergugah yang disebut aktivasi.
       Atkinsonetall. (1996) memaparkan lebih spesifik bahwa emosi terdiri atas beberapa komponen yang tidak terpisahkan satu sama lain, yaitu: (1) pengalaman subjektif tentang emosi, (2) respon tubuh internal terutama yang berkaitan dengan sistem saraf otonom, (3) segi kognisi dari emosi dan situasi yang berkaitan dengan emosi, (4) ekspresi wajah, (5) reaksi emosi, dan (6) kecenderungan bertindak.

2.        Fungsi Emosi
Dalam teori Coleman dan Hammen, emosi tidak hanya berfungsi untuk survivalatau sekedar mempertahankan hidup sebagaimana yang terjadi pada hewan tapi emosi berfungsi seagai energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi pun merupakan messenger atau pembawa pesan.
Emosi sebagai survival berarti bahwa emosi berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membedakan dan mempertahankan diri terhadap adatnya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.
Emosi sebagai energizer menjadikan emosi sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan anda semangat dalam bekerja dan semangat untuk hidup.
 Di samping itu emosi juga berfungsi sebagai messenger, yaitu pembawa pesan/ informasi. Dalam konteks ini, emosi bukan hanya menjadi pembawa informasi (messenger) dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam komunikasi interpersonal.
Adapun fungsi emosi secara luas adalah menentukan tindakan diri terhadap lingkungan sekitar sesuai dengan kondisi dan kepentingan pribadi.
Secara umum fungsi emosi dibagi menjadi tujuh bagian diantaranya adalah:
a.         menimbulkan respon otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis
b.        menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus
c.         memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu.
d.        Mengomunikasikan sebuah niat kepada orang
e.         Meningkatkan ikatan sosial
f.         Mempengaruhi memori dan evaluasi suatu kejadian
g.        Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu
  
 3.       Gejala Perasaan
Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimilki oleh semua orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian sering juga perasaan berhubungan dengan gejala mengenal.
a.        PengertianPerasaan
Perasaan ialah suatu keadaan kerohanian yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Unsur-unsur perasaan itu ialah:
ü  bersifat subyektif daripada gejala mengenal
ü  bersangkut paut dengan gejala mengenal
ü  perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang,yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala – gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama.
Gejala perasaan kita tergatung pada :
1)        keadaan jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar.
2)        pembawaan, ada orang yang berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya.
3)        perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu.karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaannya.
Menurut W.Wundt perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang, tetapi masih dapat dilihat dari dimensi lain.
W.Wundtmembagiperasaankedalamtigadimensidiantaranyaadalah:
1)        dimensi pertama yaitu perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
2)        dimensi kedua yaitu perasaan itu dapat dialami sebagai suatu hal yang “excited” atau sebagai “inertfeeling,
3)        dimensi yang ketiga ialah “expextancy” dan “releasefeeling. Sesuatu perasaan dapat dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih dalam penghargaan, tetapi ada pula perasaan yang dialami individu karena peristiwa atau keadaan itu telah nyata terjadi atau telah “relase”(Woodworthand Marquis,1957).
Sehubungan dengan soal waktu dan perasaan, Stem juga membedakan perasaan dalam 3 golongan yaitu:
1)        Perasaan–perasaanpresens, yaitu yang bersangkutan dengan keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan situasi yang aktual.
2)        Perasaan–perasaan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan kedepan dalam kejadian – kejadian yang akan datang, jadi masih dalam pengharapan.
3)        Perasaan–perasaan yang berhubungan dengan waktu–waktu yang telah lalu atau melihat kebelakang yang telah terjadi. Misalnya orang merasa sedih karena teringat pada waktu zaman keemasan beberapa tahun yang lampau.
b.   Macam–MacamPerasaan
Max Scheler mengajukan pendapat bahwa ada 4 macam tingkatan dalam perasaan, yaitu:
1)        Perasaan tingkat sensoris
Perasaan ini merupakan perasaan yang berdasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada kejasmanian, misalnya rasa sakit, panas dan dingin.
2)        Perasaan bergantung kepada keadaan jasmani seluruhnya, misalnya rasa segar, lelah dan sebagainya
3)        Perasaan kejiwaan merupakan perasaan seperti rasa gembira, susah, takut.
4)        Perasaan kepribadian
Perasaan ini merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas (Bigot, Kohnstamm, Palland, 1950).
Kohnstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
1)        Perasaan keindraan,perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indra.
2)        Perasaan kejiwaan
Dalam golangan ini perasaan masih dibedakan atas:
a)        Perasaan intelektual yaitu perasaan yang timbul bila orang dapat memecahkan sesuatu soal, atau mendapatkan hal – hal yang baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya.
b)        Perasaan kesusilaan,perasaan ini timbul kalau orang-orang mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma – norma kesusilaan.
c)        Perasaan keindahan, perasaan ini timbul kalau orang mengamati sesuatu yang indah atau yang jelek. Yang indah menimbulkan perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.
d)       Perasaan kemasyarakatan, perasaan ini timbul dalam hubungan dengan orang lain.
e)        Perasaan harga diri merupakan perasaan yang menyertai harga diri seseorang
f)         Perasaan ketuhanan, perasaan ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan.
c.         Affek dan Stemming(suasana hati)
Affek merupakan peristiwa psikis dapat diartikan sebagai rasa ketegangan hebat kuat,yang timbul dengan tiba – tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai dengan gejala – gejala jasmaniah yang hebat pula.
Wilhelm Wundt,tokoh psikologi eksperimental dalam sebuah analisis introspeksi telah menentukan effek dalam 3 komponen,yakni:
1)        affek yang disertai perasaan senang dan tidak senang.
2)        affek yang menimbulkan kegiatan jiwa atau melemahkan.
3)        affek yang berisi penuh ketegangan dan affek penuh relaks(mengendorkan).
Immanuel Kant membagi affek tersebut dalam dua kategori,yaitu:
1)        affek sthenis, individu menyadari kemampuan dan kekuatan tenaganya.
2)        affek asthenis, ialah affek yang membawa perasaan kehilangan kekuatan.
d.        Fungsi Perasaan
Perasaan memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah:
1)        mempunyai pengaruh yang besar kepada setiap perbuatan dan kemauan.
2)        perasaan itu cepat dan mudah menular.
3)        perasaan indrawi seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain.
4)        disekolah dan di rumah seyogyanya senantiasa ditumbuhkan perasaan kesenangan(hobbi) belajar.
5)        bahwa gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan bias mengakibatkan tingkah laku abnormal dan gejala neurosa.
e.         Emosi dan Perkembangan Pribadi
Emosi berpengaruh terhadap kejiwaan kita,berarti berpengaruh juga terhadap kemauan dan perbuatan. Maka gejala juga berpengaruh juga terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi. Kekuatan perasaan dapat diperkuat dan dapat diperlemah. Semacam itu memberi kesempatan yang baik kepada usaha-usaha pendidikan.
Pendidikan perasaan adalah sangat penting. Usahakanlah suasana dan rangsangan – rangsangan yang dapat membangun dan mengembangkan perasaan yang baik dan luhur,dan tiadakanlah keadaan yang merangsang timbulnya perasaan – perasaan rendah dan negatif. Karena emosi mempunyai sifat menjala, menular, merembet. Maka jangan membawakan emosi–emosi yang negatif dalam hubungan dengan sesama, baik dalam pergaulan pendidikan maupun dalam pergaulan pada umumnya.




BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.


DAFTAR PUSTAKA




Ahmadi, Abu. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Atkinson, R. L. dkk. (1987). PengantarPsikologi I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Goleman, Daniel. (2007). Social Intelligence; Ilmu baru tentang Hubungan Antar Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Mahmud, Dimyati. (1990). Psikologi Suatu Pengantar Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Muhammad, As’adi. (2011). Cara Kerja Emosi. Jogjakarta: DIVA Press

Nurul, Sisca. (2013). Aspek Perkembangan Anak. [Online] http://kidzsmile.info /2011/03/aspek-perkembangan-anak/ [4 April 2013]

Pujiaastuti, Ani. (2013). Psikologi Perasaan. [Online] http://poohzee87.blog.com  /psikologi-perasaan/ [4 April 2013]

Qadarsih, Laili. (2013). Perkembangan Sosial Anak. [Online] http://s3s3p. wordpress.com/2012/12/11/perkembangan-sosial-anak/ [4 April 2013]

Wahyuni, Nani. (2013). Definisi Perkembangan. [Online] http://edukasi. kompasiana.com/2010/10/25/definisi-perkembangan-302556.html[4 April



CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar