BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
Secara singkat, perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih–maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development) (McLeod, 1989).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), "perkembangan" adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata "berkembang" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata "berkembang" tidak saja meliputi aspek yang berarti abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang bersifat konkret (perhatikan kata – kata yang dicetak miring di atas).
Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology (1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek – aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
Bertitik pangkal dari permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan perkembangan–perkembangan, yang terdiri dari perkembangan sosial danperkembangan emosi. Salah satunya dengan makalah yang berjudul “Aspek – Apek Perkembangan”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di
atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
cara mengetahui perkembangan sosial pada anak?
2.
Bagaimana cara mengetahui
perkembangan emosi pada anak?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas,
tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk
memperoleh penjelasan singkat tentang “Aspek – Aspek Perkembangan”. Secara
lebih terperinci tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Mendapatkan penjelasan
singkat tentangperkembangan sosial pada anak.
2.
Mendapatkan penjelasan
singkat tentang perkembangan emosi pada anak.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Perkembangan
Sosial
Para ibu yang diam di rumah cenderung akan berlebihan mencurahkan
seluruh perhatian dan energinya untuk mengurus dan mengawasi anak-anak mereka.
Hal ini akan menimbulkan rasa kekhawatiran yang berlebihan pula dan akan
menghambat proses kemandirian anak.
Orangtua yang cenderung melepas keinginan anak akan menyebabkan
anak tidak mampu mengontrol perilaku dan keinginannya dan dapat membentuk
pribadi anak yang egois dan dominan. Sebagai jembatan dari kedua pola
pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka pola pengasuhan demokratis yang dapat
menjadi solusi terbaik bagi para orangtua untuk dapat mengoptimalkan
perkembangan psikologis anaknya. Orangtua yang demokratis menghendaki anaknya
untuk tumbuh sebagai pribadi yang mandiri dan bebas namun tetap memberikan
batasan untuk mengendalikan perilaku mereka. Dalam hal ini, cara-cara dialogis
perlu dilakukan agar anak dan orangtua dapat saling memahami pikiran dan
perasaan masing-masing. Hukuman dapat saja diberikan ketika terjadi pelanggaran
terhadap hal-hal yang bersifat prinsip.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma–norma kelompok, moral dan
tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak
usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama
ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan
perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan
kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin
bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti
mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh
interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati
yang dimiliki oleh manusia.
Ambron (dalam, Nurihsan dan
Agustin 2006:124) mengartikan sosialisai itu sebagai proses belajar yang
membimbing anak kearah perkembangan kepribadian social sehingga dapat menjadi
anggota yang bertanggungjawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak usia
Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berprilaku yang
direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Yusuf (2000: 126)
mengidentifikasi sebagai berikut:
1.
Pembangkangan
(negativisme), yaitu bentuk tingkah
laku melawan.
2.
Agresi
(aggression), yaitu prilaku menyerang
balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3.
Berselisih/bertengkar
(quarreling), terjadi apabila seorang
anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap prilaku anak lain.
4.
Menggoda
(teasing), yaitu sebagai bentuk lain
dari tingkah laku agresif.
5.
Persaingan
(rivaly), yaitu keinginan melebihi
orang lain dan selau didorong (distimulasi) oleh orang lain.
6.
Kerja
sama (cooperation), yaitu sikap mau
bekerjasama dengan kelompok.
7.
Tingkah
laku berkuasa (ascendantbehavior),
yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap “bussiness”
8.
Mementingakn
diri sendiri (selfishness), yaitu
sikap egoisentris dalam memenuhi interest atau keinginan.
9.
Simpati
(sympathy), yaitu sikap emosional
yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau
mendekati atau bekerjasama dengannya.
10.
Konteks
sosial dalam perkembangan
Menurut teori Bronfenbrenner (dalam Santrock,
terjemahan 2010: 90-101), konteks sosialdimana anak hidup akan mempengaruhi
perkembangan anak. Berikut ini merupakan tiga konteks di mana anak menghabiskan
sebagian besar waktunya: keluarga, teman sebaya/ sepermainan (peer), dan
sekolah.
1.
Keluarga
Situasi yang
bervariasi di dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dan akan
mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid di dalam dan di luar
ruang kelas (Cowan&Cowan, 2002; Morrison & Cooney,
2002).
Baumrind mengatakan
bahwa ada empat bentuk gaya pengasuhan atau parenting:
a.
AuthoratianParenting, gaya asuh yang membatasi (restrictive) dan menghukum (punitive) di
mana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan murid; menghasilkan anak
yang tidak kompeten secara sosial.
b.
AuthoritativeParenting, gaya asuh positif yang
mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontrol tindakan
mereka; percakapan ekstensif diizinkan; menghasilkan anak yang kompeten secara
social.
c.
NeglectfulParenting, gaya asuh di mana orang tua
tidak peduli, atau orang tua hanya meluangkan sedikit waktu dengan
anak-anaknya; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
d.
IndulgentParenting, gaya asuh di mana orang tua
terlibat aktif tetapi hanya sedikit member batasan atau kekangan pada perilaku
anak; hasilnya adalah anak yang tidak kompeten secara sosial.
2.
Teman Sebaya
Anak cenderung bermain dengan teman sesama jenis kelaminnya.
Dalam pergaulan ini anak belajar tentang konsep gender antara laki-laki dan
perempuan dimana anak laki-laki seringkali saling mengajarkan perilaku maskulin
dan anak perempuan juga saling mengajarkan kultur bagaimana menjadi wanita.Pada
teman sebaya anak akan memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia
sosialnya.
Anak juga belajar tentang prinsip keadilan melalui
konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya.
Menurut Santrock (terjemahan, 2010: 100) dalam
konteks perkembangan anak, teman seusia adalah anak pada usia yang sama atau
pada level kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok
teman seusia adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia
di luar keluarga. Setidaknya terdapat empat tipe status teman sebaya, yaitu:
a.
Anak
popular (popularchildren), seringkalidinominasikan
sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya.
b.
Anak
diabaikan (neglectedchildren), jarang
dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukannya tidak disukai oleh oleh
teman sebayanya.
c.
Anak
– anak ditolak (rejevtedchildren),
jarang dinominasikan sebagai kawan baik dan sering dibenci oleh teman-teman
seusianya.
d.
Anak
kontroversial (controversial). Sering
kali dinominasikan sebagai teman baik tapi juga kerap tidak disukai.
3.
Sekolah
Sekolah memberi
kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara
realistik dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru
subtitusi orang tua. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting
dalam membantu para anak mencapai tugas perkembangannya.
Alasannya antara
lain adalah bahwa sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini, seiring
dengan perkembangan konsep dirinya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di
sekolah dari pada tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan
kepada anak untuk meraih keberhasilan.
Perkembangan
psikologi anak dalam bersosialisasi di lingkungannya dapat di bagi menjdi
beberapa fase, seperti ;
a.
Fase
Teman untuk bermain
b.
Fase
Teman untuk bersama
c.
Fase
Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian
Namun Anak – anak
yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia menjelang
dewasa, mereka menjadi terasingkan karena ada penyimpangan dari salah satu faktor
status sosial anak.
Jika anak-anak ini
lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau godaan dari anak-anak lainnya, maka
hal tersebut dapat membentuk perilaku dan proses belajarnya akan terganggu.
Pikiran anak sering
dipengaruhi oleh ide – ide dari teori – teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya.
Kemampuan abstraksi
anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa – peristiwa
dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Melalui banyak
pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain
dengan demikian dapat membuat anak lebih baik dalam bergaulnya.
B. Perkembangan
Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).
1. Emosi menurut Para Ahli
Secara harfiah, emosi menurut Oxford English Dictionary sebagai suatu agitasi atau gangguan dalam pikiran, perasaan, nafsu; atau suatu keadaan ketergugahan mental (Goleman, 1995). Bottenberg (1972, dalam Debus, 1977) mengemukakan bahwa emosi merupakan pengalaman atau perilaku yang tidak memiliki pengertian umum yang sama, setiap orang memiliki pandnagan tersendiri mengenai pengertian emosi dan fungsi emosi dalam perilaku manusia.
Sebagai salah satu fungsi psikologis, sering kali emosi dibahas dalam bandingannya dengan motivasi, karena keduanya berakar dari kata yang sama dalam bahasa Latin “movere” yang berarti menggerakkan. Kecenderungan untuk bertindak yang terkandung dalam pengertian tersebut (Goleman, 1995) membuat emosi senantiasa dikaitkan dengan keadaan tergugah pada individu, dan adanya penggunaan energi.
Woodworth (1954, dalam Harriman, 1956) mengemukakan adanya 3 konotasi yang termuat dalam pengertian emosi tersebut.
Ketiga konotasi menurut Woodworth itu adalah:
1. Reaksi perilaku yang ditandai dengan intensitas2. Perubahan fisiologis internal
3. Pengalaman yang diutarakan individu melalui introspeksi.
Schönpflug (1983) menandai keadaan tergugah tersebut melalui beberapa hal yaitu: (1) pengalaman subjektif individu yang mengalami, (2) ekspresi verbal, (3) ekspresi nonverbal, (4) kegiatan individu yang terlihat, dan (5) aktivitas fisiologis. Kelima hal tersebut akan menyatu dalam keadaan individu tergugah yang disebut aktivasi.
Atkinsonetall. (1996) memaparkan lebih spesifik bahwa emosi terdiri atas beberapa komponen yang tidak terpisahkan satu sama lain, yaitu: (1) pengalaman subjektif tentang emosi, (2) respon tubuh internal terutama yang berkaitan dengan sistem saraf otonom, (3) segi kognisi dari emosi dan situasi yang berkaitan dengan emosi, (4) ekspresi wajah, (5) reaksi emosi, dan (6) kecenderungan bertindak.
2.
Fungsi Emosi
Dalam teori Coleman dan Hammen, emosi tidak hanya berfungsi untuk survivalatau sekedar
mempertahankan hidup sebagaimana yang terjadi pada hewan tapi emosi berfungsi
seagai energizer atau pembangkit energi yang
memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi pun merupakan messenger atau pembawa pesan.
Emosi sebagai
survival berarti
bahwa emosi berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia
untuk membedakan dan mempertahankan diri terhadap adatnya gangguan atau
rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah atau benci, membuat
manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.
Emosi sebagai energizer menjadikan emosi sebagai
pembangkit energi. Emosi dapat memberikan anda semangat dalam bekerja dan
semangat untuk hidup.
Di samping itu emosi juga berfungsi sebagai
messenger, yaitu pembawa pesan/ informasi. Dalam konteks ini, emosi bukan hanya
menjadi pembawa informasi (messenger)
dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga dalam komunikasi interpersonal.
Adapun fungsi emosi
secara luas adalah menentukan tindakan diri terhadap lingkungan sekitar sesuai
dengan kondisi dan kepentingan pribadi.
Secara umum fungsi emosi dibagi menjadi tujuh bagian diantaranya adalah:
a.
menimbulkan respon otomatis
sebagai persiapan menghadapi krisis
b.
menyesuaikan reaksi dengan
kondisi khusus
c.
memotivasi tindakan
yang ditujukan
untuk pencapaian tujuan tertentu.
d.
Mengomunikasikan sebuah
niat kepada orang
e.
Meningkatkan ikatan sosial
f.
Mempengaruhi memori dan
evaluasi suatu kejadian
g.
Meningkatkan daya ingat
terhadap memori tertentu
3. Gejala Perasaan
Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimilki oleh semua
orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala
mengenal, walaupun demikian sering juga perasaan berhubungan dengan gejala
mengenal.
a.
PengertianPerasaan
Perasaan ialah suatu keadaan kerohanian yang kita
alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal
dan bersifat subyektif. Unsur-unsur perasaan itu ialah:
ü bersifat
subyektif daripada gejala mengenal
ü bersangkut
paut dengan gejala mengenal
ü perasaan
dialami sebagai rasa senang atau tidak senang,yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi
seseorang dan berhubungan pula dengan gejala – gejala jiwa yang lain. Oleh sebab
itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan
perasaan orang lain, terhadap hal yang sama.
Gejala perasaan kita tergatung pada :
1)
keadaan jasmani, misalnya
badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada
kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar.
2)
pembawaan, ada orang
yang berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya.
3)
perasaan seseorang
berkembang sejak ia mengalami sesuatu.karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan
yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan
perasaannya.
Menurut W.Wundt
perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau
tidak senang, tetapi masih dapat dilihat dari dimensi lain.
W.Wundtmembagiperasaankedalamtigadimensidiantaranyaadalah:
1)
dimensi pertama yaitu
perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
2)
dimensi kedua yaitu perasaan itu dapat dialami sebagai
suatu hal yang “excited” atau sebagai
“inertfeeling”,
3)
dimensi yang ketiga ialah
“expextancy” dan “releasefeeling”. Sesuatu perasaan dapat
dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih dalam penghargaan, tetapi ada
pula perasaan yang dialami individu karena peristiwa atau keadaan itu telah
nyata terjadi atau telah “relase”(Woodworthand
Marquis,1957).
Sehubungan dengan soal waktu dan perasaan, Stem juga
membedakan perasaan dalam 3 golongan yaitu:
1)
Perasaan–perasaanpresens, yaitu yang bersangkutan dengan
keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan situasi yang
aktual.
2)
Perasaan–perasaan yang
menjangkau maju, merupakan jangkauan kedepan dalam kejadian – kejadian yang
akan datang, jadi masih dalam pengharapan.
3)
Perasaan–perasaan yang
berhubungan dengan waktu–waktu yang telah lalu atau melihat kebelakang yang
telah terjadi. Misalnya orang merasa sedih karena teringat pada waktu zaman
keemasan beberapa tahun yang lampau.
b.
Macam–MacamPerasaan
Max Scheler mengajukan pendapat bahwa ada 4 macam tingkatan dalam
perasaan, yaitu:
1)
Perasaan
tingkat sensoris
Perasaan ini
merupakan perasaan yang berdasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan
stimulus pada kejasmanian, misalnya rasa sakit, panas dan dingin.
2)
Perasaan
bergantung kepada keadaan jasmani seluruhnya, misalnya rasa segar, lelah dan
sebagainya
3)
Perasaan
kejiwaan merupakan perasaan seperti rasa gembira, susah, takut.
4)
Perasaan
kepribadian
Perasaan ini
merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya
perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas (Bigot, Kohnstamm, Palland,
1950).
Kohnstamm
memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
1)
Perasaan
keindraan,perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indra.
2)
Perasaan
kejiwaan
Dalam golangan ini
perasaan masih dibedakan atas:
a)
Perasaan
intelektual yaitu perasaan yang timbul bila orang dapat memecahkan sesuatu
soal, atau mendapatkan hal – hal yang baru sebagai hasil kerja dari segi
intelektualnya.
b)
Perasaan
kesusilaan,perasaan ini timbul kalau orang-orang mengalami hal-hal yang baik
atau buruk menurut norma – norma kesusilaan.
c)
Perasaan
keindahan, perasaan ini timbul kalau orang mengamati sesuatu yang indah atau
yang jelek. Yang indah menimbulkan perasaan positif, yang jelek menimbulkan
perasaan yang negatif.
d)
Perasaan
kemasyarakatan, perasaan ini timbul dalam hubungan dengan orang lain.
e)
Perasaan
harga diri merupakan perasaan yang menyertai harga diri seseorang
f)
Perasaan
ketuhanan, perasaan ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan.
c.
Affek dan Stemming(suasana hati)
Affek merupakan
peristiwa psikis dapat diartikan sebagai rasa ketegangan hebat kuat,yang timbul
dengan tiba – tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai dengan
gejala – gejala jasmaniah yang hebat pula.
Wilhelm Wundt,tokoh psikologi eksperimental dalam sebuah analisis
introspeksi telah menentukan effek dalam 3 komponen,yakni:
1)
affek yang disertai perasaan senang
dan tidak senang.
2)
affek yang menimbulkan kegiatan jiwa
atau melemahkan.
3)
affek yang berisi penuh ketegangan
dan affek penuh relaks(mengendorkan).
Immanuel Kant membagi affek tersebut dalam dua kategori,yaitu:
1)
affek sthenis, individu menyadari kemampuan
dan kekuatan tenaganya.
2)
affek asthenis, ialah affek yang membawa
perasaan kehilangan kekuatan.
d.
Fungsi
Perasaan
Perasaan memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah:
1)
mempunyai pengaruh
yang besar kepada setiap perbuatan dan kemauan.
2)
perasaan itu cepat dan
mudah menular.
3)
perasaan indrawi
seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain.
4)
disekolah
dan di rumah seyogyanya senantiasa ditumbuhkan perasaan kesenangan(hobbi)
belajar.
5)
bahwa
gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan bias mengakibatkan
tingkah laku abnormal dan gejala neurosa.
e.
Emosi dan Perkembangan Pribadi
Emosi berpengaruh
terhadap kejiwaan kita,berarti berpengaruh juga terhadap kemauan dan perbuatan.
Maka gejala juga berpengaruh juga terhadap perkembangan dan pembentukan
pribadi. Kekuatan perasaan dapat diperkuat dan dapat diperlemah. Semacam itu
memberi kesempatan yang baik kepada usaha-usaha pendidikan.
Pendidikan perasaan
adalah sangat penting. Usahakanlah suasana dan rangsangan – rangsangan yang
dapat membangun dan mengembangkan perasaan yang baik dan luhur,dan tiadakanlah
keadaan yang merangsang timbulnya perasaan – perasaan rendah dan negatif. Karena
emosi mempunyai sifat menjala, menular, merembet. Maka jangan membawakan
emosi–emosi yang negatif dalam hubungan dengan sesama, baik dalam pergaulan
pendidikan maupun dalam pergaulan pada umumnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan informasi yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan
sebagai berikut:
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak
usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama
ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan
perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan
kasih sayang.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Atkinson, R. L. dkk. (1987). PengantarPsikologi I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Goleman, Daniel. (2007). Social Intelligence; Ilmu baru tentang Hubungan Antar Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Mahmud, Dimyati. (1990). Psikologi Suatu Pengantar Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Muhammad, As’adi. (2011). Cara Kerja Emosi. Jogjakarta: DIVA Press
Nurul, Sisca. (2013). Aspek Perkembangan Anak. [Online] http://kidzsmile.info /2011/03/aspek-perkembangan-anak/ [4 April 2013]
Pujiaastuti, Ani. (2013). Psikologi Perasaan. [Online] http://poohzee87.blog.com /psikologi-perasaan/ [4 April 2013]
Qadarsih, Laili. (2013). Perkembangan Sosial Anak. [Online] http://s3s3p. wordpress.com/2012/12/11/perkembangan-sosial-anak/ [4 April 2013]
Wahyuni, Nani. (2013). Definisi Perkembangan. [Online] http://edukasi. kompasiana.com/2010/10/25/definisi-perkembangan-302556.html[4 April
CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.
CATATAN,,,
DILARANG KERAS MENYADUR/ MENYALIN/ MENGUTIP DI LUAR ETIKA KEILMUAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar